Pelajaran Terbaik

Saya selalu teringat dengan kalimat yang menyatakan bahwa kematian adalah sebaik-baik pelajaran. Kalau sudah berhadapan dengan satu peristiwa yang bernama kematian, manusia (biasanya) berhenti sejenak, melihat-lihat, mengingat-ingat dan mengambil pelajaran dari seseorang yang sudah mendahului kita.

Hari ini saya mengunjungi setidaknya dua alamat yang penghuninya sedang berduka, ada anggota keluarga tercinta yang wafat. Sahabat saya, Aris Permana baru saja menyelenggarakan jenazah ayahandanya. Tak berapa lama, Kak Toni mampir ke rumah, transit saja karena hendak mendatangi sahabatnya yang juga sedang berduka.

Kata Mi Wa saya, dulu, di kampungnya, ada beberapa pemuda yang gemar melecehkan agamanya sendiri. Meledek ustadz itu sudah biasa. Ketika waktu shalat Jum’at tiba, mereka nongkrong di kedai kopi. Kalau ada yang memberi nasehat, mereka biasa melawan, “Lagak Kau ni macam malaekat!” Kalau ada ulasan tentang surga dan neraka, mereka nyinyir, “Itu Teungku sudah pernah mati rupa jih!

Mungkin mereka ini serupa dengan warga JIL jaman sekarang ya (?). Makin merasa moderen kalau berhasil menghina Islam, makin merasa gagah kalau bisa membungkam orang yang mengingatkannya. Hanya saja, mungkin mereka belum kenal dengan LSM asing yang mensponsori beberapa proposal, beda dengan kawan-kawan aktivis sekarang. Dulu istilah “gender, HAM, liberalisme, pluralisme, toleransi”  kan belum pernah mereka dengar.

Nah, ternyata, di masa tuanya, hampir semua pemuda-pemuda yang tadi itu mengalami masa-masa sulit. Apa mereka kesulitan keuangan? Tidak juga. Dari keluarga mereka, Mi Wa tau kalo orang-orang itu merasa takut banget menghadapi kematian, kayak banyak hal-hal yang mereka simpan, seperti ada tekanan dan kekurangan persiapan buat menghadapi kematian. Ada juga yang sebelum meninggal membisikkan kepada anggota keluarganya kalau dia menyesali perbuatannya itu.

Muslim atau bukan, Islam atau JIL, semua akan mati. Adalah bijaksana bila kita sebagai muslim bisa mengambil pelajaran dari peristiwa yang bernama kematian itu. Tak lupa untuk membekali ilmu yang memadai kepada anak-anak utamanya, sehingga mereka mengenal siapa diri dan Tuhannya. Tak perlu melecehkan agama sendiri hanya untuk mendapatkan uang dari luar, baik disadari atau tidak. Mudah-mudahan kita tidak terperosok. Begitu banyak orang yang mengaku melakukan perbaikan padahal yang dilakukan adalah melakukan kerusakan saja. Wallahua’lam.

Leave a comment